Rabu, 03 Juli 2013

Masalah Kepadatan penduduk di Indonesia

Masalah kemacetan yang terjadi di kota-kota besar Indonesia disebabkan kepadatan penduduk. Apa itu penduduk?


Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:
  • Orang yang tinggal di daerah tersebut
  • Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.

Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu Demografi. Berbagai aspek perilaku menusia dipelajari dalam sosiologi, ekonomi, dan geografi. Demografi banyak digunakan dalam pemasaran, yang berhubungan erat dengan unit-unit ekonmi, seperti pengecer hingga pelanggan potensial.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Penduduk)

Berdasarkan sensus penduduk yang diadakan setiap 10 tahun sekali, diperoleh data jumlah penduduk Indonesia sebagai berikut :
a. Tahun 1961 = 97,1 juta jiwa
b. Tahun 1971 = 119,2 juta jiwa
c. Tahun 1980 = 147,5 juta jiwa
d. Tahun 1990 = 179.321.641 juta jiwa
e. Tahun 2004 = 238.452 juta jiwa
Sensus penduduk (cacah jiwa) adalah pengumpulan, pengolahan, penyajian dan penyebarluasan data kependudukan. Jumlah pendudukditentukan oleh :
a. Angka kelahiran;
b. Angka kematian;
c. Perpindahan penduduk, yang meliputi :
1. Urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota.
2. Reurbanisasi, yaitu perpindahan penduduk kembali ke desa.
3. Emgrasi, yaitu perpindahan penduduk ke luar negeri.
4. Imigrasi, yaitu perpindahian penduduk dari luar negeri ke dalamnegeri.
5. Remigrasi, yaitu perpindahan penduduk kembali ke negara asal.
6. Transmigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari satu pulau kepulau lain dalam satu negara.

Berdasarkan estimasi yang diterbitkan oleh Biro Sensus Amerika Serikat, penduduk dunia mencapai 6,5 miliar jiwa pada tanggal 26 Februari 2006 pukul 07.16 WIB. Dari sekitar 6,5 miliar penduduk dunia, 4 miliar diantaranya tinggal di Asia. Tujuh dari sepuluh negara berpenduduk terbanyak di dunia berada di Asia (meski Rusia juga terletak di Eropa).
Sejalan dengan proyeksi populasi, angka ini terus bertambah dengan kecepatan yang belum ada dalam sejarah. Diperkirakan seperlima dari seluruh manusia yang pernah hidup pada enam ribu tahun terakhir, hidup pada saat ini.

Pada tanggal 19 Oktober 2012 pukul 03.36 WIB, jumlah penduduk dunia akan mencapai 7 miliar jiwa. Badan Kependudukan PBB menetapkan tanggal 12 Oktober 1999 sebagai tanggal dimana penduduk dunia mencapai 6 miliar jiwa, sekitar 12 tahun setelah penduduk dunia mencapai 5 miliar jiwa.
Berikut adalah peringkat negara-negara di dunia berdasarkan jumlah penduduk (2005):
  1. Republik Rakyat Cina (1.306.313.812 jiwa)
  2. India (1.103.600.000 jiwa)
  3. Amerika Serikat (298.186.698 jiwa)
  4. Indonesia (241.973.879 jiwa)
  5. Brasil (186.112.794 jiwa)
  6. Pakistan (162.419.946 jiwa)
  7. Bangladesh (144.319.628 jiwa)
  8. Rusia (143.420.309 jiwa)
  9. Nigeria (128.771.988 jiwa)
  10. Jepang (127.417.244 jiwa)

Penduduk Indonesia berdasar sensus 2010 mencapai 237,641,326 yang terdiri atas 119,630,913 penduduk laki-laki dan 118,010,413 penduduk perempuan. Data yang dipublikasikan melalui website BPS http://www.bps.go.id, menyebutkan penduduk terbanyak menurut provinsi adalah provinsi Jawa Barat kemudian Jawa Timur.

Lima provinsi dengan penduduk terbesar adalah:
  1. Jawa Barat              43,053,732
  2. Jawa Timur              37,476,757
  3. Jawa Tengah          32,382,657
  4. Sumatera Utara       12,982,204
  5. Banten                     10,632,166

    Untuk mengatasi kepadatan penduduk, pemerintah menggalakkan program transmigrasi. Adapun jenis-jenis transmigrasi yang ada adalah :

    1. Transmigrasi umum, yaitu transmigrasi yang biayanya ditanggung pemerintah ditujukan untuk penduduk yang memenuhi syarat.
    2. Transmigrasi spontan/swakarsa, yaitu transmigrasi yang seluruh pembiayaannya ditanggung sendiri. Pemerintah hanya menyediakan lahan pertanian dan rumah.
    3. Transmigrasi lokal, yaitu transmigrasi yang dilakukan dalam satu wilayah provinsi.
    4. Transmigrasi khusus/sektoral, yaitu transmigrasi yang dilakukan karena penduduk terkena bencana alam.
    5. Transmigrasi bedol desa, yaitu transmigrasi yang dilakukan oleh seluruh penduduk desa berikut pejabat-pejabat pemerintahan desa.



           Penduduk adalah objek dan subyek pembangunan. Sebagai objek, penduduk adalah sasaran pembangunan. Sebagai subyek, penduduk adalah pelaku pembangunan. Peranan penduduk sebagai subyek menentukan arah dan keberhasilan pembangunan. Potensi dan tantangan pembangunan ditentukan oleh keadaan riil kependudukan dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Bagaimana potensi dan tantangan pembangunan di Indonesia? Kekayaan sumber daya alam yang ada di bumi Indonesia sangat besar. Ini merupakan suatu potensi. Masalahnya adalah  sanggupkah penduduk Indonesia mengeksploitasi dan mengelola sumber daya alam yang melimpah itu?  Fakta menunjukkan bahwa eksploitasi sumber daya alam (penambangan) di Indonesia banyak dilakukan oleh perusahaan asing. Proyek-proyek pembangunan oleh pemerintah juga sering menggunakan bantuan (assistance)  perusahaan asing.



    Persebaran penduduk di Indonesia tidak merata baik persebaran antarpulau, provinsi, kabupaten maupun antara perkotaan dan pedesaan. Pulau Jawa dan Madura yang luasnya hanya ±7% dari seluruh wilayah daratan Indonesia, dihuni lebih kurang 60% penduduk Indonesia Perkembangan kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan Madura tergolong tinggi, yaitu tahun 1980 sebesar 690 jiwa tiap-tiap kilometer persegi, tahun 1990 menjadi 814 jiwa dan tahun 1998 menjadi 938 jiwa per kilo meter persegi (km2). Akibat dari tidak meratanya penduduk, yaitu luas lahan pertanian di Jawa semakin sempit. Lahan bagi petani sebagian dijadikan permukiman dan industri. Sebaliknya banyak lahan di luar Jawa belum dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya sumber daya manusia. Sebagian besar tanah di luar Jawa dibiarkan begitu saja tanpa ada kegiatan pertanian. Terutama di kawasan Indonesia timur seperti papua dan Maluku, wilayah ini jika digabungkan merupakan salah satu wilayah terluar di Indonesia tetapi penduduknya sangat sedikit. Untuk itu pemerintah harus memeratakan pembangunan didaerah tersebut agar nantinya masyarakat wilayah tidak merasa terpisahkan dari kesatuan NKRI.

    MASALAH TRANSMIGRASI DI INDONESIA

           Ke depannya Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) akan menjadikan transmigrasi sebagai program unggulan.Ini sangat bermanfaat untuk mengurangi jumlah pengangguran dan kaum marjinal di sejumlah kota besar di Indonesia sehingga dapat mengatasi masalah kemiskinan yang masih menjadi persoalan serius bangsa ini.
            Pembangunan transmigrasi yang ada hingga saat ini sebetulnya sudah dirintis sejak jaman penjajahan Hindia Belanda tahun 1905 dengan sebuah program kolonisasi. Kemudian sejak jaman kemerdekaan telah berlangsung sejak tengah abad yang lalu dan dijadikan sebagai salah satu strategi pembangunan sejak berdirinya depertemen tenaga kerja, Koperasi dan transmigrasi pada tanggal 12 desember 1950. Departemen atau lembaga yang menaganipun juga sering ganti-ganti sesuai dengan perubahan politik yang terjadi di Negara ini. Hingga saat ini sudah tiga belas kali depertemen yang menangani berganti-ganti


           Tidak bisa dipungkiri dalam prakteknya transmigrasi menimbulkan berbagai masalah serius yang membutuhkan solusi serius. Memang dapat dipahami penanganan masalah transmigrasi bukan sekadar menyiapkan lahan untuk menampung transmigran dan memindahkan penduduk dari daerah asal ke tempat yang baru. Penanganan masalah transmigrasi jauh lebih luas dan lebih rumit, karena berkaitan erat dengan pembangunan daerah, kesiapan calon transmigran, upaya mempersiapkan masyarakat penerima transmigran, serta penyiapan sarana dan prasarana yang tersedia.

           Berbagai pergolakan yang terjadi di berbagai daerah tahun-tahun ini tidak pelak menimbulkan masalah bagi para transmigran .Mereka terusir dari tempat tinggal yang dibangun dengan susah payah, jadi korban penganiayaan dan terpaksa harus mengungsi, menderita tak punya apa-apa lagi. Contohnya saja sebagaimana digambarkan oleh kondisi eks. Traansmigran di Ogan Komering Ilir (OKI), Air Sugihan, Sumatera Selatan yang hidupnya sebagian besar masih di bawah garis kemiskinan. Kemudian para pengungsi akibat kerusuhan Aceh, sambas, Ambon, Poso, Hingga Eks Propinsi Timor-Timor yang tak jelas nasibnya .Ironis memang apabila kita mendengarnya. Hidup trauma jadi korban kerusuhan dan terpaksa harus tinggal di kamp-kamp pengungsian. Sebagian pulang ke daerah asal jadi eksodan yang harus menumpang di tempat sanak famili yang kadang hidupnya hanya cukup untuk keluarganya sendiri. Tanpa pekerjaan dan menanggung banyak beban ekonomi. Banyak di antara anak-anak terpaksa putus sekolah dan tidak mendapat gizi yang cukup. Diperkirakan kurang lebih mencapai 207.795 KK atau 912.514 jiwa menjadi pengungsi akibat berbagai gejolak yang terjadi di daerah-daerah, dimana jumlah ini terus bertambah (Depnakertrans, 2000).

            Masalah lain ada pada proses penempatan yang terjadi cenderung mengejar target dan tidak mengindahkan hak-hak transmigran dan masyarakat setempat.Transmigran di tempatkan di suatu wilayah yang belum jelas potensi ekonominya. Tidak tahu bagaimana kondisi sosio-kultural masyarakat setempat. Hingga akhirnya menyebabkan masalah baru lagi di daerah tujuan. Banyak daerah baru tersebut terisolir dan tak terjangkau oleh alat transportasi, sarana pendidikan, air bersih serta sarana kesehatan yang minim. Di banyak tempat seperti di daerah Papua dan Kalimantan misalnya, hingga karena sarana transportasi yang sulit menjadikan jatuhnya harga hasil panen mereka. Konflik antar etnis yang disebabkan kurangnya pola perencanaan juga mewarnai gambaran permasalahan transmigrasi di berbagai daerah.Contoh nyata terlihat dari para transmigran sub-pemukiman (SP) 7-8 Bongo, jayapura, Papua, yang terpaksa harus meninggalkan tempat tinggal mereka karena tergenang air hingga tanaman membusuk tanpa fasilitas sekolah dan guru, tanpa sumber air bersih yang memadai, lebih menyedihkan lagi adalah ketiaka meminta perlindungan dan penyelesaian dengan menghadap ke dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), mereka harus menghadapi nasib sial diusir oleh wakil-wakil mereka dari rumah rakyat tersebut.


            Solusi yang dapat diambil dalam hal ini ialah perlunya langkah proaktif pemerintah untuk berkoordinasi dengan daerah-daerah agar tercapai sebuah solusi bersama dan dalam proses pelaksanaannya dengan cara-cara yang arif dan bijaksana. Perlunya memberikan bantuan-bantuan kebutuhan hidup standard minimal , pemenuhan gizi bagi balita serta pendidikan bagi anak-anak dengan alokasi anggaran yang jelas .Selain itu untuk mengoptimalkan potensi daerah yang dituju maka diperlukan usaha untuk memajukan industri rakyat, memperbaiki pola institusi sosial yang ada serta bagi perbaikan kualitas sumber daya manusianya.

    8 Fungsi Keluarga

    keluarga bahagia :) (HS)
    Saat ini, selain tugas rutin memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu, saya juga ditugasi untuk menjadi pembicara dalam kegiatan penataran calon pengantin di KUA. Tugas ini sudah berjalan selama kurang lebih dua tahun, menginjak tahun ke tiga.
    Penyuluhan ini diberikan bagi mereka yang akan menikah. Biasanya saya akan memberikan dua materi pokok dalam penyuluhan bagi para calon mempelai tersebut. Yaitu seputar sistem reproduksi dan juga materi tentang fungsi keluarga.
    Sedikit bercerita sebagai dasar kenapa saya memposting artikel mengenai fungsi keluarga ini. Beberapa minggu yang lalu, seorang teman blogger berdiskusi dengan saya mengenai tujuan dari pernikahan. Saya pun menyebut bahwa tujuan dari pernikahan itu mungkin tercakup dalam 8 fungsi keluarga. Dan rupanya, kawan saya tersebut baru ngeh dengan 8 fungsi keluarga tersebut. sebuah hal yang baru dia tahu, menurutnya.
    Jadi, dalam artikel kali ini saya akan membagikan materi yang sering saya sebutkan dalam penyuluhan di KUA tersebut. Yaitu mengenai 8 fungsi keluarga. Siapa tau memang ada diantara anda yang belum mengetahui secara teori bahwa keluarga sebagai institusi terkecil dalam masyarakat, memiliki fungsi yang besar.
    Nah, apa ke delapan fungsi itu?
    Saya akan menuliskan garis besarnya terlebih dahulu ke delapan fungsi keluarga menurut BKKBN, yaitu:
    1. Fungsi agama
    2. Fungsi sosial
    3. Fungsi cinta kasih
    4. Fungsi perlindungan
    5. Fungsi ekonomi
    6. Fungsi pendidikan
    7. Fungsi pelestarian lingkungan
    8. Fungsi reproduksi
    Bagaimana penjelasan masing-masing dari 8 fungsi tersebut? Saya akan mempostingnya nanti. Jadi ini semacam postingan berseri.
    Terima kasih sudah membaca.
    Salam hangat. (HS)
    nb: untuk teman2 sesama penyuluh, tulisan ini bisa menjadi dasar materi bagi anda ketika memberikan penyuluhan bagi para calon pengantin. 

    Ayo ikut KB

    Saat ini di TV sedang sering diputar iklan yang dibintangi oleh artis Tessa Kaunang. Dalam iklan tersebut, Tessa memerankan seorang ibu yang memiliki anak yang berada dalam fase pertumbuhan. Kemudian Tessa mengajak para ibu untuk ikut BKB (Bina Keluarga Balita).
    Berangkat dari iklan tersebut, saya jadi ada keinginan untuk menuliskan kembali mengenai BKB. Sebelumnya saya pernah menuliskan tentang BKB di sini,  juga mengenai aspek-aspek tumbuh kembang balita yang biasanya menjadi materi ajar BKB di link ini.  Nah, menyusul beberapa tulisan tadi, saya coba menuliskan kembali berdasarkan referensi yang saya punya. Sebagai informasi, saya mengambil referensi dari buku berjudul “Pengasuhan dan Pembinaan Tumbuh Kembang Anak” terbitan direkotrat pengembangan dan ketahanan keluarga – BKKBN tahun 2010.
    Tessa Kaunang - Image by Google
    Seperti yang diketahui bahwa usia balita merupakan periode paling kritis dalam menentukan kualitas sumber daya manusia. Menurut para ahli, masa balita ini sering disebut juga dengan periode keemasan atau golden age. Pada periode inilah diperlukan pengetahuan dari orang tua mengenai perkembangan anak-anaknya. Pola tumbuh kembang anak bisa dipantau dengan membaca tulisan saya di link ini. Silahkan klik saja.
    BKKBN sebagai lembaga yang concern dengan pembangunan keluarga Indonesia mempunyai program yang saat ini memang sedang gencar dikampanyekan baik melalui media televisi maupun radio. Program tersebut bernama BKB atau Bina Keluarga Balita. Program ini memiliki tujuan yang mulia yaitu meningkatkan peran orangtua (ayah dan ibu) serta anggota keluarga lainnya dalam pembinaan tumbuh kembang anak balita sesuai dengan usia dan tahap perkembangan yang harus dimiliki baik dalam aspek fisik, kecerdasan, emosional, maupun social agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang maju mandiri dan berkualitas (Sumber: Buku BKB-BKKBN; hal.1).

    Program KB Sulit Capai MDGs

    Keluarga Berencana. Ilustrasi
    Keluarga Berencana. Ilustras
          REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Program Keluarga Berencana (KB) dinilai belum sesuai harapan. Sehingga, pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) untuk pelayanan KB sulit tercapai.

          Deputi Bidang KB dan Kesehatan Reproduksi (KR) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Julianto Witjaksono mengatakan, perlu komitmen yang kuat dari semua pihak agar sasaran MDGs pada 2015 tercapai dengan baik. Menurutnya, beberapa sasaran yang belum tercapai, di antarannya, angka fertilitas (TFR) yang mengalami stagnansi selama 10 tahun terakhir, yakni tetap 2,6 per wanita usia 15-49 tahun.

          Selain itu, angka fertilitas pada usia remaja belum sesuai harapan karena angka age spesific fertility rate (ASFR) untuk usia antara 15-19 tahun menurun dari 51 per 1.000 perempuan menjadi 48 per 1.000 perempuan. “Padahal, kita menargetkan menjadi 30 per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun pada 2015,” kata Julianto saat membuka Seminar Nasional Peningkatan Akses Dan Kualitas Pelayanan Bidan Praktik Mandiri Dalam Program KB Nasional, Kamis (27/6).

           Menurutnya, angka fertilitas di daerah perdesaan juga sudah mulai menurun, tetapi jumlahnya masih sekitar dua kali lipat dibandingkan rata-rata kelahiran pada wanita usia subur 15-19 tahun di daerah perkotaan. Julianto mengatakan, sebagai langkah BKKBN dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, dirumuskanlah beberapa kebijakan dan strategi akselerasi pembangunan KB untuk 2013 dan 2014.

          Rumusan tersebut, antara lain, meningkatkan sosialisasi dan pelayanan KB di lapangan dengan memberdayakan institusi masyarakat perdesaan dan perkotaan. Pemberdayaan tersebut terutama kepada petugas dan kader KB di lapangan agar tetap bermitra dengan berbagai pihak.

          Sehingga, lanjut dia, kekurangan tenaga pelayanan KB dapat diatasi dengan memanfaatkan tenaga promotif dan preventif. “Dengan demikian, kehamilan yang tidak diinginkan dapat ditekan dan angka kematian ibu melahirkan juga akan semakin menurun,” ujarnya.

          Selain itu, BKKBN juga menyiapkan slogan yang bersifat edukasi bagi keluarga dalam merencanakan keluarganya. Pesan “4 terlalu” (muda, tua, banyak, dan sering), kata dia, harus menjadi andalan untuk mengajak para keluarga dalam merencanakan kehidupan berkeluarga.

    LAPORKAN SETIAP KELAHIRAN, KEMATIAN, DAN PERPINDAHAN !

          Untuk kepentingan perencanaan program pembangunan data merupakan hal yang sangat vital. Salah satu hal yang perlu dilakukan untuk mendapatkan data registrasi vital yang akurat sehingga bisa dimanfaatkan dalam perencanaan program pembangunan yang tepat guna dan berhasil guna, masyarakat diharapkan mempunyai kesadaran tertib administrasi kependudukan, artinya melaporkan setiap kejadian vital (kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk) kepada petugas. Hasil uji coba kegiatan PHBK yang dilakukan di 4 propinsi terpilih yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Bali, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat pada umumnya masalah pelaporan kelahiran menjadi hal yang patut menjadi perhatian.



         Perlu kerjasama yang dikembangkan oleh petugas terkait dengan tertib adminstrasi, masyarakat perlu difasilitasi dalam membiasakan diri melaporkan kejadian vital, seperti untuk pembuatan akta kelahiran. Bidan atau siapapun yang menolong persalinan harus berupaya memberi bantuan masyarakat untuk mendapatkan akte kelahiran anaknya. Begitu tenaga kesehatan menolong persalinan mungkin bisa langsung membantu masyarakat untuk melaporkan persalinannya melalui surat keterangan lahir kepada petugas kelurahan untuk selanjutnya diproses di Kecamatan dan Kantor Catatan Sipil. Tak kalah penting dengan akte kelahiran, surat kematian dan surat keterangan pindah juga perlu untuk dibuat. Pertama-tama kalian ke RT setempat dulu, terus dibuatkan surat keterangan dari RT tempat tinggal Anda. Selanjutnya bawa ke kantor kelurahan Anda, nanti akan diurus oleh pihak kelurahan di kantor kecamatan. Dan terakhir kantor kecamatan yang melaporkan datanya di kantor kecamatan kabupaten/kota setempat.

    Selasa, 02 Juli 2013

    1. Menghilangkan kesusahan (perasaan sumpek)

           ketika dirumah kita sumpek maka dengan bepergian perasaan sumpek itu biasanya cepat hilang,perasaan sumpek biasanya terjadi karena apa yang di rasakan dan di lihat adalah itu-itu saja,dunia itu memang membosankan dan menyumpekkan bila apa yang kita makan,kita hadapi dan yang kita lihat serta urusi selalu sama,maka para pencari ilmupun dihimbau untuk kadang-kadang menghibur diri jarang sampai mencari ilmu membosankan.

    2. Mendapatkan bekal hidup (harta)

           di dalam perantauan kita tidak akan bisa menggantungkan kepada orang lain,segala sesutau kitalah yang menangani,maka didalam perantauan mau tidak mau kita pasti harus bekerja sendiri,dan didalam kondisi seperti itu kita akan bisa mendapatkan suntikan kesemangatan yang tidak bisa kita dapatkan ketika kita di rumah, dan dengan modal kesemangatan inilah kita akan dengan sepenuh hati mencari apa yang kita inginkan, kita bisa lihat betapa kebanyakan orang-orang cina yang ada di daerah kita kebanyakan lebih kaya dari orang asli penduduk kita sendiri.

    3. Mendapatkan ilmu,

           ketika kita berada di daerah sendiri maka mencari ilmu adalah sesuatu yang sangat sulit dan berat sekali,mungkin ketika kita ada di daerah sendiri kita ada kemauan dan kesemangatan mencari ilmu namun gangguan serta rintangan yang di hadapi sering tidak berimbang dengan kemauan dan kesemanagatan kita sendiri, dan karenanya perhatian dan konsentrasi kita sangat terganggu serta ilmu itu sulit kita dapatkan, berbeda dengan bila kita pergi dari rumah untuk mencari ilmu maka perhatian dan konsentrasi kita sepenuhnya tertuju pada pencarian ilmu,dan dengan perhatian serta konsentrasi yang sepenuhnya inilah ilmu akan dengan mudah di dapatkan, oleh karenanya seperti yang kita lihat walaupun seseorang sudah mempunyai pesantren namun anaknya tetap di pesantrenkan kepada pesantren lain.

    4. Belajar Tatakrama

           orang yang dalam perantauan akan bertemu dengan banyak manusia dengan berbagai macam watak dan istiadatnya,maka kita bisa belajar dan mempelajari dari mereka mana yang baik dan mana yang buruk,bila apa yang mereka lakukan kepada kita adalah hal-hal yang menyenangkan maka hal itu akan menyenangkan pula kepada orang lain bila kita lakukan, dan bila apa yang mereka lakukan adalah hal yang menyakitkan maka hal itupun akan menyakitkan orang lain bila kita lakukan.

    5. Mencari Teman Sejati

           Teman sejati adalah teman yang bukan hanya ada ketika kita senang saja, dia akan selalu ada ketika kita dalam keadaan apapun,baik susah maupun senang, dia akan sakit bila kita tersakiti,akan senang bila kita mendapatkan kesenangan,dia akan bangga bila kita berada dalam jalan yang benar dan akan menasehati bila kita berada di jalan yang tidak benar. Untuk mencari teman sejati bila kita tidak merantau,maka dari itu ada sebuah makalah ulama, bila engkau mau tahu apakah temanmu adalah teman sejati maka ajaklah dia berkelana, sebab dalam perjalanan berkelana akan tampak semua sifat-sifatnya yang engkau tidak ketahui ketika tidak berkelana.

    Minggu, 30 Juni 2013

           Dalam UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dinyatakan bahwa penyelenggaraan kearsipan nasional saat ini belum bersifat terpadu, sistemik, dan komprehensif yang semuanya tidak terlepas dari pemahaman dan pemaknaan umum terhadap arsip yang masih terbatas dan sempit oleh berbagai kalangan, termasuk di kalangan penyelenggara negara. Kondisi ini menjadi salah satu pertimbangan lahirnya UU tersebut. Tujuan dari penyelenggaraan kearsipan yang ditetapkan dalam UU No. 43 Tahun 2009 diantaranya adalah :
    a) menjamin terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan, serta ANRI sebagai penyelenggara kearsipan nasional;
    b) menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya; dan
    c) meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya.
    Membaca dari alasan diterbitkannya UU Kearsipan yang baru serta tujuan-tujuan yang hendak dicapai dapatlah ditarik suatu benang merah bahwa nasib kearsipan tidak hanya ditentukan oleh lembaga pemerintah seperti lembaga kearsipan, para pejabat dan pegawai pemerintah saja, tapi masyarakat luas pun turut serta berperan.
    Masyarakat secara umum baik berkelompok dalam organisasi politik, organisasi kemasyarakatan maupun perseorangan sangat berperan baik sebagai subyek maupun obyek. Hal tersebut diatur secara rinci dalam UU No. 43 Tahun 2009 pada Bab VII Bagian Kedua Pasal 71 sampai dengan Pasal 77. Ruang lingkup peran masyarakat tersebut dalam pasal 71 jelaskan meliputi pengelolaan, penyelamatan, penggunaan arsip, dan penyediaan sumber daya pendukung, serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kearsipan. Sangat luas sekali ruang lingkup tersebut. Hal ini tentu memerlukan pemahaman dan penghayatan yang mendalam, disamping itu juga komitmen yang kuat.
    Diantara peran-peran tersebut yang menarik dan menyentuh langsung akar permasalahan kearsipan yang sering muncul adalah :
    a. peran serta dalam pengelolaan arsip dengan menciptakan arsip atas kegiatan yang dapat mengakibatkan munculnya hak dan kewajiban dalam rangka menjamin pelindungan hak-hak keperdataan dan hak atas kekayaan intelektual, menyimpan dan melindungi arsip perseorangan, keluarga, organisasi politik, dan organisasi kemasyarakatan sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku;
    b. peran serta dalam penyelamatan arsip dengan menyerahkan arsip statis kepada lembaga kearsipan dan melaporkan kepada lembaga kearsipan apabila mengetahui terjadinya penjualan, pemusnahan, perusakan, pemalsuan, dan pengubahan arsip tanpa memalui prosedur yang berlaku;
          Apabila dua peran diatas benar-benar dapat dijalankan oleh setiap masyarakat tentu tidak akan ada lagi masalah peristiwa penting dan bersejarah berkaitan dengan kehidupan berkebangsaan yang tidak terekam, masalah perebutan atau sengketa aset karena tidak ada dokumen atau bukti yang sah, tidak ada lagi masalah pencurian hak intelektual atau plagiat yang tidak dapat diselesaikan dengan benar dan adil, tidak ada lagi masalah arsip hilang, dan lain sebagainya.
          Satu lagi yang menarik dari UU ini adalah adanya reward and punishment. Penghargaan bagi masyarakat yang berperan aktif dalam pembangunan kearsipan diatur dalam pasal 73 ayat 2 dan 3, yaitu bahwa pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yag berperan serta dalam kegiatan pelindungan dan penyelamatan arsip dan pemerintah dapat memberikan imbalan kepada masyarakat yang berperan dalam penyerahan arsip yang masuk dalam kategori DPA. Klausul ini dapat menjadi rangsangan positif bagi masyarakat untuk berperan aktif di bidang kearsipan. Masalahnya sekarang adalah seberapa jauh komitmen pemerintah untuk mewujudkan janji tersebut, jangan sampai klausul itu hanya menjadi janji kosong. Disamping itu sejauh mana lembaga kearsipan yang ada mampu membuat umpan bagi masyarakat untuk berperan aktif. Sebut saja, sudah adakah lembaga kearsipan yang membuat dan mengumumkan DPA (Daftar Pencarian Arsip)? Jika belum ada lembaga kearsipan yang membuat dan mengumumkan DPA bagaimana masyarakat bisa tahu bahwa arsip yang dimiliki atau diketahui keberadaannya merupakan arsip yang sedang dicari oleh pemerintah.
            Ibarat ada surga ada neraka, pemerintah pun juga menerapkan sanksi yang cukup berat (sanksi pidana) bagi siapapun termasuk masyarakat yang melanggar ketentuan kearsipan yang telah ditetapkan dalam UU tersebut pada Bab IX Pasal 81 sampai dengan Pasal 88. Ketentuan pidana yang apabila benar-benar diterapkan akan dapat menjaring pelakunya adalah :
    a. setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan/atau memiliki arsip negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 untuk kepentingan sendiri atau orang lain yang tidak berhak dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) (pasal 81);
    b. setiap orang yang dengan sengaja tidak menjaga keutuhan, keamanan dan keselamatan arsip negara yang terjaga untuk kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) (pasal 83);
    c. setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang benar sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) (pasal 86);
    d. setiap orang yang memperjualbelikan atau menyerahkan arsip yang memiliki nilai guna kesejarahan kepada pihak lain diluar yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) (pasal 87); dan
    e. pihak ketiga yang tidak menyerahkan arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai anggaran negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 58 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) (pasal 88).
            Ketentuan pidana ini bisa menjadi penangkal dan pencegah tindakan penyelewengan dan kejahatan di bidang kearsipan. Ibarat rumah penuh barang berharga, ketentuan-ketentuan pidana tersebut diumpamakan sebagai anjing penjaga yang siap menyalak dan menggigit siapapun yang hendak mencuri dan merusak barang berharga yang tersimpan dalam rumah tersebut. Dengan adanya penjaga-penjaga tersebut tentu saja semua berharap bahwa barang berharga yang ada senantiasa aman dan terselamatkan. Rumah yang dijaga ketat tersebut belum tentu selalu aman dan terbebas dari gangguan. Satu dua oknum pasti akan selalu berusaha untuk mengambil barang berharga tersebut. Apa jadinya bila para penjaga tersebut tidak pernah beraksi dan menunjukkan taringnya? Tentu oknum-oknum itu akan dengan mudah keluar masuk mencuri atau merusak barang berharga tersebut.
    tumpukan arsip dan manager recordsTindakan beberapa oknum akan mewabah dan menggiring oknum-oknum yang lain untuk mengikuti jejaknya. Mereka tentu beranggapan bahwa para penjaga yang ada hanyalah anjing ompong yang tidak bisa menggigit. Demikian halnya apabila ketentuan pidana yang telah diatur sedemikian rupa seolah olah hanya dijadikan pajangan untuk menakut-nakuti saja artinya tidak sungguh-sungguh diterapkan tentu masyarakat akan tetap dengan mudah melakukan kegiatan yang termasuk kategori kejahatan dokumen. Mereka akan enteng-enteng saja melakukan perbuatan tersebut toh tidak ada konsekuensi dan sanksi yang harus mereka tanggung.
            Mengingat ruang lingkup kearsipan begitu luas dan peran arsip yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka kita semua harus serius dan berkomitmen tinggi dalam mengembangkan dan membangun kearsipan di Indonesia. Siapa yang bertanggungjawab dalam hal ini? Tentu saja seluruh elemen negara dari pemerintah, swasta, dan masyarakat secara umum. Apabila tugas ini hanya dibebankan pada pemerintah saja niscaya cita-cita mewujudkan dunia kearsipan yang maju dan modern sulit dicapai, seperti pepatah bagai pungguk merindukan bulan. Masyarakat umum baik secara berkelompok dalam organisasi politik, sosial kemasyarakatan maupun secara individu atau perorangan memiliki andil yang sangat besar dalam pengembangan dan pembangunan kearsipan. Oleh karena itu pemerintah harus mendorong dan menumbuhkembangkan peran dari masyarakat tersebut.
            Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak arsip-arsip penting yang masuk dalam kategori arsip statis bahkan arsip vital yang berkaitan dalam kehidupan berkebangsaan dan bernegara secara umum maupun lebih sempit lagi ruang lingkupnya arsip statis dan arsip vital suatu instansi pemerintah banyak yang hilang. Bahkan tidak jarang beberapa kali menemukan arsip-arsip statis bahkan arsip vital menjadi bungkus makanan atau menjadi bahan dagangan di penjual kertas bekas. Ini fenomena yang sudah tidak bisa dipungkiri lagi sangat sering terjadi. Banyak instansi yang menjual arsipnya karena sudah memenuhi ruangan atau gudang penyimpan tanpa didahului dengan pendataan dan penilaian arsip-arsip tersebut. Padahal dalam UU No. 43 Tahun 2009 jelas itu merupakan tindak pidana dengan sanksi yang cukup berat. Transaksi arsip itu jelas melibatkan masyarakat, minimal pembelinya, kuli/tukang angkut, dan pegawai/pekerja di bagian pengepul kertasnya.
           Banyak kalangan masyarakat yang memiliki dan menyimpan arsip-arsip statis. Biasanya mereka adalah pelaku sejarah. Pengalaman di tempat kerja penulis, ada beberapa arsip yang kehilangan jejak artinya ada informasi mengenai adanya suatu arsip dan arsip itu banyak dicari dan dibutuhkan seperti sk pendirian fakultas dan arsip-arsip lain terkait perkembangan fakultas dan universitas tetapi secara fisik arsip tersebut tidak ada dan tidak tersimpan. Dalam buku sejarah atau profil fakultas dan universitas dijelaskan suatu peristiwa atau keadaan dengan menyebutkan arsip yang menjadi dasar peristiwa atau keadaan itu. Jadi kami mengetahui informasi ada arsip tentang suatu masalah tertentu tetapi kami tidak memiliki fisik arsip tersebut. Langkah yang ditempuh antara lain memburu arsip tersebut ke lembaga kearsipan baik tingkat propinsi maupun di ANRI, dan browsing di internet. Namun hasilnya belum memuaskan, masih banyak arsip yang belum ditemukan. Langkah selanjutnya yang ditempuh adalah memburu arsip-arsip tersebut pada tokoh-tokoh atau pelaku sejarah yang namanya tercantum dalam arsip atau buku sejarah tersebut. Hasilnya sangat memuaskan, banyak arsip yang ditemukan. Lebih dari itu kami bahkan mendapatkan arsip-arsip lain diluar pengetahuan kami yang dimiliki oleh para tokoh atau pelaku sejarah tersebut. Ini menunjukkan bahwa secara umum banyak arsip-arsip statis dan vital yang disimpan secara pribadi oleh masyarakat.
            Peristiwa-peristiwa tersebut di atas merupakan contoh betapa peran masyarakat umum khususnya secara perorangan sangat berperan dan berpengaruh dalam kearsipan di Indonesia. Saat ini kita berpacu dengan waktu sehingga harus secepat mungkin bertindak. Jangan sampai semakin banyak terjadi pemusnahan arsip secara ilegal dan jual beli arsip dan para tokoh atau pelaku sejarah itu meninggal sebelum kita melacak arsip-arsip statis atau mereka menyerahkan arsip statis yang mereka miliki. Peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan hilangnya memori kolektif bangsa itu bisa disebab dua kemungkinan. Kemungkinan pertama karena para pelaku tidak mengetahui bahwa arsip yang mereka musnahkan, mereka jual, atau mereka simpan secara pribadi itu penting dan harus diserahkan kepada negara melalui lembaga kearsipan dan tindakan-tindakan tersebut merupakan tindak pidana. Kemungkinan kedua mereka mengetahui hal tersebut tetapi malas karena tidak mau repot dan berharap keuntungan lebih serta menganggap bahwa pemerintah tidak serius dalam menerapkan peraturan yang ada. Nyatanya banyak orang yang memusnahkan arsip, memperjualbelikan arsip dan menyimpan serta memiliki arsip yang seharusnya diserahkan kepada negara mereka tetap aman-aman saja, tidak tersentuh oleh hukum. Mereka juga berfikir apa untungnya bila arsip-arsip tersebut diberikan kepada negara. Mereka berfikir demikian karena negara dalam hal ini pemerintah sepertinya kurang serius dalam memberikan penghargaan dan imbalan kepada mereka yang turut serta dalam membangun kearsipan ini. Artinya yang baik dan yang jahat mendapat perlakuan yang sama. Jadi buat apa berbuat baik, lebih baik berbuat jahat dengan memperjualbelikan arsip kan dapat untung. Inilah pemahaman yang terjadi di masyarakat.
           Undang-undang telah dibuat sekarang saatnya untuk melaksanakannya. Untuk dapat melaksanakan atau mengimplementasikan UU tersebut diperlukan sosialisasi. Sosialisasi ini harus segera dan secara gencar dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini diwakili oleh ANRI dan lembaga kearsipan tingkat provinsi dan kabupaten. Minimal dalam jangka waktu satu tahun sejak diundangkannya UU No. 43 Tahun 2009 sosialisasi mengenai keberadaan UU tersebut dan peran serta dan kedudukan masyarakat dalam UU tersebut harus sudah berjalan. Selama ini pemerintah terkesan hanya fokus pada instansi pemerintah dan para pejabat atau pegawai pemerintah saja sedangkan masyarakat umum hampir tidak tersentuh. Paradigma ini harus diubah, artinya perlu ditanamkan pemahaman bahwa yang bertanggungjawab dalam menyelamatkan memori kolektif bangsa ini adalah seluruh elemen bangsa termasuk masyarakat. Untuk itu masyarakat pun harus dibekali dengan ilmu, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai mengenai kearsipan.
    Langkah konkret yang dapat segera ditempuh pemerintah antara lain melakukan sosialisasi dan propaganda baik melalui media massa maupun door to door di kalangan masyarakat. Seperti layaknya melakukan penyuluhan kesehatan, penyuluhan arsip pun sudah saatnya terjun langsung ke bawah disampaikan dalam pertemuan formal atau informal di masyarakat seperti bersamaan dengan arisan, pengajian, rapat, atau kesempatan-kesempatan lainnya. Konsekuensinya pemerintah harus memiliki kader-kader militan yang siap terjun ke bawah. Ini dapat dicontoh dari suksesnya pemerintah di era 80-an dalam menggalakkan KB. Dimana pemerintah mengangkat kader-kader yang dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan penyuluhan sekaligus pendampingan. Bila langkah ini akan dijalankan juga dalam bidang kearsipan, kiranya perlu dicoba untuk membuka posko pendaftaran sukarelawan. Pemerintah membuka peluang sekaligus memfasilitasi masyarakat yang tertarik dan terpanggil untuk berperan serta dalam membangun kearsipan di Indonesia.
            Setidaknya dengan cara tersebut di atas kita dapat membumikan undang-undang kearsipan yang selama ini kita tunggu-tunggu. Jangan sampai undang-undang itu hanya kita gantung setinggi langit, namun kita simpan rapi dilemari dan hanya kita buka apabila kita memerlukan saja. Undang-undang tersebut akan lebih bermanfaat apabila kita simpan dalam otak dan hati artinya kita pelajari dan kita hayati, selanjutnya secara bersama-sama kita bumikan dengan menjalankan dan mengamalkannya.

    Peran Masyarakat Tentukan Kualitas Hidup Lansia

           Peran keluarga dan masyarakat sangat penting untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup lansia. Diantaranya melalui perilaku hidup bersih, perbaikan lingkungan, dan penyelenggaraan layanan kesehatan.
           “Agar semuanya bisa mendukung kehidupan lansia, tentu peran keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan,” kata Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Kemenkes Dedi Kuswenda, kemarin.
           Secara demografi, jumlah lansia Indonesia yang mencapai 18,1 juta jiwa (9,6% dari total penduduk) menduduki lima besar terbanyak didunia. Jumlah tersebut akan terus meningkat seiring makin bertambahnya usia harapan hidup. Diperkirakan pada 2030, jumlah penduduk Lansia di Indonesia mencapai 36 juta jiwa.
           Untuk meningkatkan kesejahteraan hidup lansia, kata Dedi, pemerintah memiliki kewajiban menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lansia agar dapat tetap hidup mandiri dan produktif. Karena itu Kemenkes melakukan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup lansia.
            Pembinaan kesehatan bagi lansia tersebut antara lain dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan keluarga dan masyarakat serta kemitraan dengan LSM dan swasta. Seain itu juga melakukan pembinaan dengan pendekatan holistic melalui pelayanan dasar dengan system rujukan yang berkualitas secara komprehensif.
            Lebih lanjut Dedi mengatakan saat ini Kemenkes sudah berhasil mengembangkan program kesehatan lanjut usia di 33 propinsi dengan jumlah psukesmas santun lanjut usia mencapai 528 puskesmas yang tersebar di 231 kabupaten/kota.
           Selain itu juga mendirikan klinik geriatric di 8 rumah sakit yakni RSCM, RSUP Karyadi Semarang, RSUP Sardjito Yogyakarta, RSUP Sanglah Denpasar, RSHS Bandung, RSUP Wahidin Makasar, RSUD Soetomo Suabaya dan RSUD Moewardi Solo. (inung/d)
    MDGs merupakan komitmen untuk mewujudkan dunia yang lebih sehat. Dengan indikator-indikator keberhasilan yang telah terinci di setiap poin tujuannya, maka terhitung sejak 18 September 2000, 189 negara wajib memberikan upaya terbaik untuk menjamin pencapaiannya. Pada titik ini, peran dari seluruh stakeholder menjadi sangat vital, baik dalam lingkup mikro maupun makro. Dan yang perlu diingat, stakeholder tidak hanya terdiri dari pemerintah selaku pembuat kebijakan, melainkan juga masyarakat sipil termasuk pemuda dan mahasiswa.   
                Menilik hal tersebut, maka jelas bahwa dewasa ini masyarakat bukan lagi objek perubahan, melainkan subjek dengan peran-peran strategik. Oleh karenanya, patut dipahami bahwa manajemen SDM sangat dibutuhkan guna mempersiapkan transformasi umat menuju masyarakat industri dengan kualitas pencapaian sebagai gabungan dari kreasi, inovasi, dan aktualisasi yang optimal. Dan sejatinya, di jaman demokrasi dengan kelengkapan teknologi sebagai akomodator utama seperti sekarang ini, pemudalah yang berperan sebagai mesin penggerak utama dalam upaya merubah pola pikir masyarakat menuju pola pikir sehat yang tersistem.
                Kembali pada tujuan MDGs yang masih diupayakan pencapaiannya hingga kini, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDs, malaria dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup, serta membangun kemitraan global untuk pembangunan. Dari segi praktisi akademis, pemuda dengan pengorganisasian yang dilakukan oleh mahasiswa dapat berpartisipasi dengan turut membuat analisis kebutuhan dan susunan rancangan instruksional bagi program-program kesehatan yang hendak diadakan sebagai langkah strategi dalam pencapaian tujuan MDGs, mengawasi pengabsahan, pengimplementasian dan keberlanjutan sebuah program kesehatan, serta melakukan evaluasi dan tindak lanjut.
                Namun di samping itu, masih terdapat banyak hal yang dapat dilakukan oleh para pemuda seperti halnya dengan menyuarakan aspirasi dan menawarkan solusi alternatif melalui sebuah karya. Tulisan, poster, dan foto bertemakan posisi kesehatan Indonesia adalah contohnya. Apabila karya-karya tersebut dipersembahkan pada jalur yang benar (on the right track), maka perubahan-perubahan kecil yang akan berujung pada perubahan besar akan lahir dan turut mewarnai perjuangan masyarakat Indonesia untuk lebih sejahtera.
                Public Health Expo 5 oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia kembali hadir sebagai salah satu wadah kreasi dan inovasi bagi para pemuda yang ingin berkarya dan menularkan semangat optimisme untuk bangsa Indonesia di bidang kesehatan. Dengan mengusung tema MDGs, diharapkan para pemuda dapat semakin dekat, semakin mengenal, dan semakin vokal terhadap apa inti dari pendeklarasian MDGs lebih dari satu dekade yang lalu. Diharapkan pemuda dapat memahami posisi mereka sebagai agen of change yangsangat diharapkan oleh Indonesia yang jauh lebih baik di masa yang akan datang.

    PERAN SERTA PEMUDA DALAM MEMBANGUN BANGSA YANG SEHAT

    KESEHATAN merupakan modal terpenting di dalam membangun bangsa. Bisa dibayangkan, betapa sulitnya melaksanakan berbagai program pembangunan jika para pelaksana teknis pembangunan (dalam hal ini para pemuda) dalam kondisi yang tidak sehat. Kesehatan itu sendiri meliputi dua komponen penting, yakni kesehatan psikis (jiwa) dan kesehatan fisik (raga). Oleh karena itu, ke dua komponen kesehatan ini harus diperhatikan dengan seksama sejak anak-anak masih berusia dini. Jiwa generasi muda harus selalu diisi dengan nilai-nilai agama dan pendidikan. Sementara tubuhnya, juga diisi dengan nutrisi yang baik agar dapat tumbuh menjadi generasi muda yang kuat dan sehat.
        
    63 tahun merdeka, jika kita lihat dengan seksama problematika kesehatan fisik ternyata masih cukup banyak yang harus kita perbaiki. Contoh dengan munculnya berita seputar balita dengan gizi buruk. Pola hidup masyarakat yang tidak memperhatikan aspek kesehatan, khususnya kesehatan lingkungan (kesehatan bersama). Banyak daerah-daerah pinggir kota yang tidak termasuk ke dalam klasifikasi desa tertinggal karena jika dilihat di sekelilingnya berbagai fasilitas publik dibangun dengan sangat baik, namun pola hidup masyarakatnya masih jauh dari konsep kesehatan yang ideal. Misal dalam hal manajemen sampah yang tidak dapat diurai oleh mikroba seperti halnya sampah plastik, yang dibuang (ditumpuk) di lahan kosong yang berada di tengah-tengah pemukiman. Padahal sampah plastik dan kaleng-kaleng bekas, merupakan tempat yang sangat efektif untuk berkembangnya berbagai jenis nyamuk (nyamuk demam berdarah dll) selain bau dan pemandangan yang tidak sedap yang dihasilkannya. Banyak masyarakat kita yang salah kaprah dalam memahami sampah. Setiap pagi dan sore, sampah daun dibersihkan dan dibakar. Padahal, sampah dedaunan dan ranting pohon merupakan jenis sampah yang dapat diurai oleh mikroba dalam tempo waktu yang cepat. Dedaunan yang jatuh di sekitar pohon, mengering dan membusuk secara alamiah langsung dapat dimanfaatkan oleh pohon tersebut (sebagai pupuk organik). Lucunya, masyarakat kita justru berusaha melenyapkan sampah organik tersebut dengan alasan kebersihan dan estetika sementara sampah plastik dan sampah-sampah tidak terurai lainnya justru “dilestarikan.”

    Di sini, diharapkan peran serta maksimal para pemuda untuk ikut menjaga kebersihan lingkungannya khususnya dari penumpukan sampah-sampah yang tidak bersahabat dengan alam. Para pemuda dapat membantu memberikan pengertian kepada masyarakat untuk bersikap lebih bertanggung jawab terhadap pengelolaan sampah dari jenis tersebut. Lebih teknis, melalui berbagai organisasi kepemudaan di tingkat desa/dusun para pemuda dapat mengorganisir pengambilan sampah-sampah tersebut dan kemudian sampah plastik/kaleng tersebut dapat dijual ke tempat daur ulang sampah dan uang hasil penjualan sampah dapat digunakan untuk berbagai kegiatan kepemudaan. Coba kita hitung betapa besarnya manfaat yang dapat diambil dari peran serta dalam aspek ini. Jika saja setiap rumah tangga menghasilkan 1/2 kilogram sampah plastik dan sampah kaleng maka dalam waktu satu bulan setidaknya setiap rumah tangga menghasilkan +  15 kilogram sampah non-organik. Jika di sebuah dusun dihuni oleh 500 kepala keluarga…? Dapat kita hitung, berapa banyak sampah yang dihasilkan. Dan dalam jangka panjang (berbulan-bulan) maka akan terjadi penumpukan sampah dalam skala besar.
     
    Berikutnya, yang juga sangat perlu diperhatikan dan para pemuda dapat memberikan kontribusinya dengan mengambil peran aktif di dalam perbaikan terhadap kebiasaan dan pola hidup yang kurang baik, yakni kebiasaan masyarakat dalam aktivitas buang hajat (BAB = Buang Air Besar) yang tidak sehat. Misal, melakukan BAB di sungai atau mengajari anak-anak balita untuk BAB di parit-parit di depan rumah warga. Padahal parit atau selokan berfungsi untuk mendistribusikan air hujan ke tempat pembuangannya. Jika setiap hari anak-anak balita BAB di selokan rumah, ketika hujan tiba maka berbagai bakteri dan virus yang terdapat di tinja tersebut akan tersebar ke mana-mana. BAB dengan paradigma seperti ini, akan sangat memungkinkan munculnya sebaran penyakit secara meluas. Yang populer tentu penyakit-penyakit yang menular secara fekal oral seperti diare, yang bahkan  dapat menimbulkan wabah.
     
    Untuk itu, para pemuda khususnya harus melakukan berbagai upaya untuk menyadarkan masyarakat yang masih menganut pola seperti ini agar dapat menghentikan kebiasaan buruknya. Kamar mandi dan WC yang umumnya sudah dimiliki oleh setiap rumah atau kamar mandi umum yang sudah banyak disediakan, jangan hanya sekedar dijadikan sebagai hiasan rumah saja, tetapi harus dimanfaatkan secara maksimal. Masyarakat harus terus menerus diberikan pemahaman bahwa BAB di kamar mandi merupakan salah satu langkah paling tepat untuk menjaga kesehatan lingkungan.
     
    Apabila kita teliti lebih jauh lagi, sebenarnya ada begitu banyak peran-peran strategis para pemuda untuk membangun bangsa menjadi bangsa yang sehat. Sebut saja misal dengan melakukan kampanye bagi para ibu muda untuk memeriksakan anaknya secara berkala ke posyandu yang terdekat. Para pemuda juga bisa mengoganisir anak-anak kecil untuk berlatih menjaga kesehatan giginya setiap hari. Para pemuda juga dapat mengajak orang tua untuk lebih aktif dalam menata lingkungannya, seperti mengatur letak peternakan terhadap pemukiman warga termasuk menghimbau para orang tua yang memiliki hobi memelihara berbagai unggas untuk benar-benar menjaga kebersihannya untuk mencegah penyebaran virus flu burung misalnya. Dalam usia 63 tahun kemerdekaan ini, semoga bangsa kita khususnya para generasi muda akan menjadi lebih sehat. Generasi muda yang sehat akan menghasilkan bangsa yang kuat

    Pembangunan Berwawasan Kependudukan




           Hill (1996) mengemukakan bahwa dalam kurun waktu 1966 sampai dengan akhir tahun 1970-an, para ekonom di Indonesia telah berhasil mengembangkan sector industri dengan penuh kehati-hatian dan disesuaikan dengan kondisi makro ekonomi yang ada. Namun, sejak awal tahun 1990-an perkembangan industri tersebut berubah lebih menekankan pada industri berteknologi tinggi. Dampaknya adalah terjadi tekanan yang sangat berlebihan pada pembiayaan yang harus ditanggung oleh pemerintah.

           Apa yang dapat dipelajari dari krisis ekonomi yang berlangsung saat ini adalah bahwa Indonesia telah mengambil strategi pembangunan ekonomi yang tidak sesuai dengan potensi serta kondisi yang dimiliki. Walaupun pada saat ini indicator makro ekonomi seperti tingkat inflasi serta pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan ke arah perbaikan, terlalu dini untuk mengatakan telah terjadi perkembangan ekonomi secara fundamental. Lagi pula, tidak ada suatu jaminan bahwa Indonesia tidak akan kembali mengalami krisis pada masa mendatang jika factor-faktor mendasar belum tersentuh sama sekali. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri, yang dipandang sebagai pangkal permasalahn krisis ekonomi saat ini, masih belum dapat diselesaikan. Bahkan, ada kecenderungan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap pinjaman luar negeri ini menjadi semakin mendalam. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri tersebut tidak akan berkurang jika pemerintah tidak melakukan perubahan mendasar terhadap strategi pembangunan ekonomi yang ada pada saat ini. Diperlukan suatu strategi baru dalam pembangunan ekonomi dengan mengedepankan pembangunan ekonomi berwawasan kependudukan.

    2. Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan

    Secara sederhana pembangunan berwawasan kependudukan mengandung dua makna sekaligus, yaitu :

    1. Pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada. Penduduk harus dijadikan titik sentral dalam proses pembangunan. Penduduk harus dijadikan subjek dan objek dalam pembangunan. Pembangunan adalah oleh penduduk dan untuk penduduk.

    2. Pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan sumberdaya manusia. Pembangunan lebih menekankan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur semata-mata.

           Sebenarnya sudah lama didengung-dengungkan mengenai penduduk sebagai subjek dan objek pembangunan, mengenai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, atau pembangunan bagi segenap rakyat. Sudah saatnya tujuan tersebut diimplementasikan dengan sungguh-sungguh jika tidak ingin mengalami krisis ekonomi yang lebih hebat lagi pada masa mendatang. Dengan demikian indicator keberhasilan ekonomi harus diubah dari sekedar GNP atau GNP perkapita menjadi aspek kesejahteraan atau memakai terminology UNDP adalah Indeks Pembangunan Manusia (HDI), Indeks Kemiskinan Sosial (HPI) dan Indeks Pemberdayaan Gender (GEM), dan sejenisnya. Memang, mempergunakan strategi pembangunan berwawasan kependudukan untuk suatu pembangunan ekonomi akan memperlambat tingkat pertumbuhan ekonomi. Namun, ada suatu jaminan bahwa perkembangan ekonomi yang dicapai akan lebih berkesinambungan. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya akan membawanya pada peningkatan ketimpangan pendapatan. Industrialisasi dan liberalisasi yang terlalu cepat akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi sekaligus juga meningkatkan jumlah pengangguran dan setengah menganggur.

           Mengapa selama ini Indonesia mengabaikan pembangunan berwawasan kependudukan? Hal ini tidak lain karena keinginan pemerintah untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang harus senantiasa tinggi. Pertumbuhan ekonomi menjadi satu-satunya ukuran keberhasilan pembangunan nasional. Walaupun Indonesia memiliki wawasan trilogy pembangunan yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas, pada kenyataannya pertumbuhan senantiasa mendominasi strategi pembangunan nasional. Karena mengabaikan aspek pemerataan pembangunan akhirnya muncul keadaan instabilitas dan kesenjangan antar Golongan dan wilayah.

    3. Dimensi Penduduk dalam Pembangunan Nasional

    Ada beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa penduduk merupakan isu yang sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional. Berbagai pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Penduduk merupakan pusat dari seluruh kebijakan dan program pembangunan yang dilakukan. Dapat dikemukakan bahwa penduduk adalah subjek dan objek pembangunan. Jadi, pembangunan baru dapat dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti luas yaitu kualitas fisik maupun non fisik yang melekat pada diri penduduk itu sendiri.

    2. Keadaan penduduk yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar, jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai, akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar, jika diikuti dengan tingkat kualitas rendah, menjadikan penduduk tersebut hanya sebagai beban bagi pembangunan nasional.

    3. Dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka yang panjang. Karenanya, seringkali peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan. Sebagai contoh, beberapa ahli kesehatan memperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan seseorang pada 25 tahun ke depan atau satu generasi.

    4. Mengintegrasikan Kependudukan dalam Perencanaan Pembangunan
    Dalam hal mengintegrasikan dimensi penduduk dalam perencanaan pembangunan daerah maka manfaat paling mendasar yang diperoleh adalah besarnya harapan bahwa penduduk yang ada di daerah tersebut menjadi pelaku pembangunan dan penikmat hasil pembangunan. Itu berarti bahwa pembangunan berwawasan kependudukan lebih berdampak besar pada peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan dibandingkan dengan orientasi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan. Dalam pembangunan berwawasan kepengufukan, ada suatu jaminan akan keberlangsungan proses pembangunan. Pembangunan berwawasan kependudukan menekankan pada pembangunan local, perencanaan berasal dari bawah (bottom up planning), disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat local, dan yang lebih penting adalah melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan.

           Sebaliknya, orientasi pembangunan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan membawa pada peningkatan ketimpangan pendapatan. Industrialisasi dan liberalisasi yang terlalu cepat memang akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi sekaligus juga meningkatkan jumlah pengangguran dan setengah menganggur, sebagaimana yang terlihat selama ini di Indonesia. Demikian pula, dalam pertumbuhan ada yang dinamakan dengan limit to growth. Konsep ini mengacu pada kenyataan bahwa suatu pertumbuhan ada batasnya.

           Ada beberapa ciri kependudukan Indonesia pada masa depan yang harus dicermati dengan benar oleh para perencana pembangunan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Beberapa ciri penduduk pada masa depan adalah sebagai berikut:

    1. Pendidikan yang meningkat.
    2. Peningkatan kesehatan.
    3. Pergeseran usia.
    4. Jumlah penduduk perkotaan semakin banyak.
    5. Jumlah rumah tangga meningkat, struktur semakin kecil.
    6. Peningkatan intensitas mobilitas.
    7. Tingginya pertumbuhan angkatan kerja.
    8. Perubahan lapangan kerja. 
    Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup berasal dari dua konsep dasar pendidikan, yaitu pendidikan kependudukan dan pendidikan kelestarian lingkungan hidup. Pendidikan kependudukan mempunyai tujuan utama dalam upaya perubahan sikap serta perilaku, reproduksi dan penyebaran penduduk secara rasional dan bertanggung jawab. Adapun tujuan lain yaitu : agar masyarakat/anak didik dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pertumbuhan penduduk secara cepat serta segala akibatnya maupun dapat menghubungkan antara pertumbuhan penduduk tersebut dengan program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam usaha mencapai kesejahteraan masyarakat. Maka diharapkan mereka dapat menyesuaikan hal itu dalam kehidupan keluarga masyarakat bangsa dan manusia pada umumnya. Sedangkan pendidikan lingkungan hidup mempunyai tujuan utama pada upaya perubahan sikap serta perilaku dalam mengelola sumber daya alam secara rasional dan bertanggung jawab.
    Meskipun tujuan kedua konsep dasar itu berbeda, dikaji lebih mendalam keduanya memiliki beberapa kesamaan, yaitu sama-sama memiliki dua objek kajian yang berupa dinamika penduduk dan perilaku integrasi manusia terhadap lingkungannya, keduanya sama-sama menunjang terbinanya kualitas penduduk yang lebih baik. Atas dasar kesamaan tersebut, pada tahun 1984 pendidikan kependudukan dan pendidikan lingkungan hidup yang semula terpisah digabungkan menjadi satu nama yaitu “pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup” yang batasannya sebagai berikut :
    “Suatu program pendidikan untuk membina anak/peserta didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan perilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia”.
    Berdasarkan batasan diatas, dapat disusun tujuan PKLH yang lebih terperinci sebagai berikut :
    a.                  Mengembangkan pengetahuan tentang konsep kependudukan dan lingkungan hidup.
    b.                  Mengembangkan kesadaran terhadap adanya masalah kependudukan dan lingkungan hidup.
    c.                   Menumbuhkan kesadaran akan perlunya mengatasi masalah kependudukan dan lingkungan hidup.
    d.                 Mengembangkan pengetahuan tentang adanya hubungan timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup.
    e.                  Mengembangkan sikap positif terhadap pembentukan lingkungan hidup yang serasi yang menjamin kelangsungan hidup manusia.
    f.                    Mengembangkan keterampilan untuk membina keluarga dan kelestarian lingkungan hidup.
    g.                  Mengembangkan partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan kualitas penduduk dan kelestarian lingkungan hidup.
    Dari tujuan-tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari PKLH adalah membentuk warga negara yang berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup, yaitu warga negara yang dalam segala perilakunya berpandangan ke depan terhadap masalah kependudukan dan lingkungan hidup, menuju masyarakat yang serasi, dan seimbang dalam hubungannya dengan lingkungan hidupnya.

    Sabtu, 29 Juni 2013

            Upaya pemahaman sejarah perjalanan bangsa oleh generasi penerus merupakan bagian dari usaha menempatkan bangsa dalam konteks perubahan zaman yang terus berlangsung, sehingga sumber-sumber sejarah sebuah bangsa akan dapat dijadikan sebagai pemersatu dan pengikat identitas bangsa di tengah percaturan dan perkembangan hubungan negara bangsa. Ketika seorang warga negara menampilkan gambaran sejarah, maka usaha negara adalah mencoba sejauh mungkin memperkenalkan visi kesejarahan yang relatif tunggal dan memberikan gambaran tentang sebuah sejarah nasional yang dapat dipahami dari generasi ke generasi. Melalui penegasan kesejarahan nasional maka identitas bangsa akan terus terpelihara dalam kesatuan kehidupan kebangsaan.

           Semakin penting suatu peristiwa akan semakin tinggi pula nilai simboliknya. Peristiwa yang memiliki nilai simbolik tinggi akan lebih mengandung makna dalam sejarah perjalanan bangsa, antara lain mengenai sejarah perjuangan bangsa dalam rangka merebut kemerdekaan.

           Proklamasi Kemerdekaan negara Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan buah dan puncak perjuangan bangsa Indonesia sejak berbad-abad sebelumnya. Peristiwa pembebasan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan itu makin mengarah kepada pencapaian tujuan ketika masyarakat Nusantara memasuki gerbang abad ke-20 dengan terjadinya perubahan fundamental dalam strategi perjuangan, yakni dari perjuangan bersenjata kepada perjuangan politik melalui berbagai pergerakan dan beragam organisasi sosial politik.

           Terdapat benang merah yang sangat jelas dan kuat antara momentum berdirinya berbagai organisasi sosial politik (dimulai dengan berdirinya Sarikat Dagang Islam pada 1905 dan Budi Utomo 1908) dan berkumandangnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dengan Proklamasi Kemerdekaan 1945. Ketiganya merupakan satu rangkaian tonggak-tonggak penting perjuangan pergerakan nasional yang monumental sebagai ikhtiar kolektif bangsa Indonesia membebaskan diri dari imperalisme dan kolonialisme serta membangun jiwa dan raga sebagai suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.

            Dalam konteks ini kita mendapati secara konkret wujud bangsa Indonesia yang dalam istilah Benedict Anderson imagined communitiesatau “komunitas terbayangâ€�?. Menurut Indonesianis ini, bangsa merupakan suatu “komunitas terbayangâ€�? yang memiliki ikatan kebersamaan dan persatuan sebagai anggota komunitas bangsa tersebut. Inilah yang memungkinkan begitu banyak orang bersedia melenyapkan nyawa pihak lain, bahkan rela membayar perjuangannya dengan nyawa sendiri demi mewujudkan suatu “komunitas terbayangâ€�? itu. Padahal para anggota bangsa terkecil sekalipun tidak bakal tahu dan tak akan kenal dengan sebagian anggota bangsa yang lain, tidak pernah bertatap muka dengan mereka, bahkan mungkin tidak pernah mendengar tentang mereka.

           Presiden Soekarno dalam Sidang BPUPKI tanggal 18 Agustus 1945 pada acara perumusan Undang-Undang Dasar mengatakan “Negara Indonesia harus dibangun dalam satu mata rantai yang kokoh dan kuat dalam lingkungan kemakmuran bersama. Kebangsaan yang dianjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri dengan hanya mencapai Indonesia merdeka, tetapi harus menuju pula pada kekeluargaan bangsa-bangsa menuju persatuan dunia. Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalismeâ€�?.

           Makna yang terkandung dalam pidato tersebut, memberikan pesan kepada generasi penerus bangsa untuk secara bahu-membahu membangun bangsa dalam kerangka persatuan. Melalui persatuan dan itikad bulat segenap komponen bangsa akan menjadikan bangsa ini yang kokoh dan kuat sehingga tujuan pencapaian negara sejahtera sebagaimana termaktub dalam Pembukaan akan dengan mudah tercapai. Indonesia adalah negara yang suku bangsa dan kekayaannya beraneka ragam, oleh karenanya, prinsip optimalisasi segenap keanekaragaman yang dimiliki harus menjadi tujuan utama. Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, tetapi semua buat semua, semua buat satu. Indonesia harus memiliki keyakinan diri untuk sanggup membela negara sendiri dan memiliki kekuatan yang nyata sebagai bangsa. Pada tingkatan sekarang, segenap komponen bangsa harus terlebih dahulu sadar akan kemampuan dan potensi yang dimiliki dan menyatupadukan segenap kehendak rakyat dalam rangka mencapai tujuan membentuk negara sejahtera.

             Enam puluh dua tahun adalah usia kemerdekaan bangsa Indonesia. Nilai kemerdekaan yang sudah dinikmati selama puluhan tahun ini merupakan modal dasar dalam melaksanakan proses pembangunan nasional. Namun dalam usia yang sudah sedemikian, bangsa Indonesia masih terus berada dalam pasang surut. Proses pembangunan bangsa Indonesia memang sempat tersendat akibat adanya berbagai musibah dan bencana alam yang akhir-akhir ini sering terjadi. Tsunami, gempa, banjir, kekeringan, gagal panen, flu burung, polio, dan lain sebagainya, merupakan sebagian dari peristiwa alam atau peristiwa sosial yang menjadi penghambat kelancaran proses pembangunan. Di samping itu, ada hal lain yang memprihatinkan, yaitu munculnya perilaku sosial yang kurang mendukung pada proses pengisian nilai-nilai kemerdekaan Indonesia. Tindak pidana korupsi, kolusi, nepotisme, pelanggaran hukum dan HAM, masih terus berlangsung.

           Oleh sebab itu, melalui peringatan hari kemerdekaan Indonesia dapat dijadikan sebagai momentum melakukan refleksi nasional, memaknai kembali nilai-nilai yang dikandung dalam kemerdekaan negara Indonesia dan menumbuhkan kembali karakter perjuangan bangsa sebagai ciri khas dalam mendirikan dan membangun bangsa. Karakter bangsa adalah ciri khas yang dimiliki oleh sebuah bangsa, inilah yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain. Hal inilah yang harus terus dikembangkan dalam rangka mewujudkan pencitraan bangsa dalam membangun dan berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain.

           Kemerdekaan merupakan hasil dari proses kerja dan usaha para pejuang masa lalu, persoalan ke depan yang harus dilakukan oleh generasi penerus bangsa adalah bagaimana memaknai konteks kemerdekaan tersebut disesuaikan dengan hal-hal yang berkembang dalam rangka pencapaian tujuan bangsa dan kondisi sosial politik bangsa. Dengan demikian, segenap komponen bangsa dituntut untuk dapat mengedepankan makna kemerdekaan sesuai dengan keberadaan dan spesifikasi bidang dalam konteks pencapaian tujuan penyelenggaraan negara secara optimal. Konteks kemerdekaan harus dimaknai melalui perwujudan bersatupadunya segenap aspek, sumber daya, dan penyelenggara negara dalam sistem penyelenggaraan negara menuju tercapainya masyarakat sejahtera.

           Seiring dengan perkembangan kehidupan global dan tuntutan sebagai akibat dari adanya kemajuan dalam segala bidang, kemerdekaan bangsa harus kita terjemahkan dalam format pembentukan kedaulatan ekonomi, demokratisasi, serta kebebasan seluruh rakyat Indonesia dari segala bentuk belenggu kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Indikator-indikator ekonomi dan sosial inilah yang menentukan makna dan tingkat pencapaian kemerdekaan, sekaligus juga untuk menandai adanya kemajuan bangsa dalam perjalanan sejarah penyelenggaraan negara.
     
          Di era globalisasi saat ini, makna kemerdekaan merupakan sebuah fakta interdependensi di mana bangsa, kelompok, dan individu masyarakat saling tergantung satu sama lain untuk secara bersama-sama memajukan peradaban dan pengembangan kemanusiaan. Tak jarang dalam proses interdependensi demikian muncul berbagai perbenturan kepentingan ataupun konflik peradaban yang secara tidak langsung akan menggiring masyarakat untuk terperosok ke dalam perangkap politik identitas sempit bersifat komunal.

           Ekses negatif dari arus globalisasi dan liberalisasi apabila tidak direspons secara arif, khususnya oleh para elite politik kita, justru akan mengancam makna kemerdekaan di tingkat individual di masyarakat. Oleh karena itu, pengukuhan terhadap nilai-nilai dasar dari nasionalisme yang telah dibentuk sejak kemerdekaan, yaitu kecintaan terhadap pluralisme bangsa, solidaritas dan persatuan, merupakan ihwal yang esensial untuk dikembangkan sebagai upaya mengisi makna kemerdekaan kita.

           Pluralisme tersebut di atas menjadi faktor yang sangat menentukan dalam perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Untuk itu perlu ada kesadaran dan komitmen seluruh bangsa guna menghormati kemajemukan bangsa Indonesia dalam upaya mempersatukan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.

           Kini tantangan dan kebutuhan bangsa telah berubah. Medan perjuangan telah bergeser jauh dibanding era Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945. Kondisi yang ada di hadapan bangsa telah berubah secara mendasar. Secara umum kondisi saat ini dalam berbagai aspek telah jauh berkembang dan maju dibanding era revolusi kemerdekaan tahun 1945. Namun demikian di sisi lain masih didapati kondisi buruk yang hidup di negeri ini, antara lain masih maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme, lemahnya penegakan hukum, belum optimalnya penerapan demokrasi, masih munculnya konflik bersenjata antarkelompok masyarakat, menurunnya penerapan nilai-nilai agama dan moral, berkembangnya pergaulan bebas, dan maraknya penyalahgunaan narkoba. Seiring dengan itu sebagai dampak negatif globalisasi, di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, berkembang “kolonialisme gaya baruâ€�?, antara lain melalui politik, militer, ekonomi, dan budaya yang sangat merugikan kepentingan dan kedaulatan negara-negara berkembang.

            Mengingat besarnya persoalan yang dihadapi bangsa tersebut, diperlukan kekuatan yang besar dan hebat untuk mengatasi dan menyelesaikannya. Kekuatan itu akan terbentuk jika dapat diwujudkan peneguhan kembali ikatan batin atau komitmen semua warga negara kepada cita-cita nasionalnya, yang disertai pembaruan tekad bersama untuk melaksanakannya secara konsisten dan konsekuen.

            Terkait dengan ini, hendaknya kita pahami bersama bahwa peneguhan kembali ikatan batin dan pembaruan tekad bersama dari seluruh komponen bangsa merupakan kesempatan sejarah yang lain yang tidak kalah heroiknya dibanding kesempatan sejarah di sekitar zaman Proklamasi. Itulah kesempatan yang bisa kita tangkap dan kita kembangkan dalam semangat yang serupa dengan mereka yang menangkap kesempatan sejarah dalam zaman revolusi kemerdekaan dahulu.

           Mengingat pada zaman Proklamasi 1945 kaum pemuda telah memainkan sejarah sangat penting, maka sekarang ini kaum pemuda dipanggil kembali untuk mengambil peran kesejarahan yang lain (another historical opportunity), yaitu untuk berjuang kembali mengatasi dan menyelesaikan masalah-masalah bangsa yang berkembang dewasa ini bersama-sama komponen bangsa yang lain secara demokratis dan konstitusional. Kaum pemuda, baik secara perorangan maupun kelompok dan organisasi, dapat mengambil peran sesuai ruang lingkup tugas, pekerjaan, dan pengabdiannya. Baik hal itu dilakukan dalam kapasitasnya sebagai pengurus karang taruna atau remaja masjid, aktivis LSM, kader organisasi, pegawai pemerintah, pegawai swasta, guru, dosen, peneliti, politisi, polisi dan tentara, nelayan, petani, dan lain sebagainya.

           Terkait dengan ini, kaum pemuda hendaknya menyadari bahwa “penjajahan gaya baruâ€�? yang tengah melanda berbagai negara berkembang, termasuk di negeri kita, tidak kalah merusaknya dibanding penjajahan bersenjata pada zaman dahulu. Oleh karena itu, kehidupan bangsa hendaknya dikembalikan dengan mengacu kepada nilai-nilai luhur bangsa yang berlandaskan ajaran agama, moral, dan etika. Kaum pemuda dapat membentuk budaya sendiri yang mengakar kepada kepribadian dan adat istiadat masyarakat kita sendiri yang telah berkembang selama ratusan tahun, yang berciri religius, persaudaraan, persahabatan, dan harmoni dengan alam dan masyarakat. Budaya kita tersebut memiliki kelebihan dan keunggulan dibanding budaya impor dari negara maju yang bermuatan hedonisme, individualisme, dan liberalisme. Untuk itulah, kaum pemuda hendaknya memegang erat budaya bangsa serta mengembangkannya secara terus menerus agar sesuai dengan perkembangan zaman selama tidak menjadi kehilangan ciri khas dan substansi asalnya.

          Peneguhan kembali ikatan batin dan pembaruan tekad bersama oleh kaum pemuda itu sangat membutuhkan kesadaran sejarah pertumbuhan bangsa dan perjalanan bangsa pada masa lalu yang dipenuhi masa pasang dan surut serta suka duka. Terkait dengan ini, penting bagi kaum muda untuk mempelajari sejarah bangsa kita secara utuh, obyektif, dan kritis. Berbagai lembaran sejarah Indonesia memberikan pelajaran dan pengalaman penting bagaimana seharusnya kaum pemuda memainkan peran dan membuat sejarah saat ini dan masa datang.

          Terkait dengan hal ini, kaum pemuda hendaknya memiliki penghargaan yang tinggi kepada para pahlawan, pejuang, dan tokoh pada masa lalu yang telah mengukir dan membuat sejarah. Mereka telah memberikan pengabdian jauh di atas standar kewajaran, bahkan mengorbankan jiwa dan raganya untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Adalah sangat penting kaum muda menempatkan mereka pada tempat terhormat dengan tetap menyadari bahwa mereka juga tetap manusia yang tidak luput dari salah dan kekurangan. Prinsip kaum pemuda dalam hal ini adalah apa-apa yang baik dari mereka hendaknya diteruskan, dan apa yang tidak baik, hendaknya ditinggalkan.

           Perjuangan kemerdekaan adalah perjuangan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai dasar perjuangan berperan sebagai pemicu membangkitkan semangat bangsa dalam upaya pembangunan segala bidang, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan kemanan, dan keagamaan. Saat ini, sudah seharusnya segenap komponen bangsa bahu membahu menyatukan langkah memajukan bangsa, khusus untuk penyelenggara negara perwujudannya dapat dilakukan melalui perumusan kebijakan pemerintahan yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan nilai-nilai kebenaran. Untuk generasi muda, momentum kemerdekaan dapat dijadikan sebagai pemicu membangkitkan semangat kebangsaan dan patriotisme.

           Akhirnya, momentum peringatan kemerdekaan dapat dijadikan sebagai bagian dari upaya memperkaya pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa yang diharapkan akan membantu membentuk dan mematangkan kepribadian dan meneguhkan tekad serta semangat penyelenggara negara dan generasi bangsa untuk membangun masyarakat dan bangsa sesuai ruang lingkup tugas, pekerjaan, dan pengabdiannya.